July 6, 2010

Ah, Produksi Migas Nggak Naik Kelas

Jakarta, RMOL. Meski Masuk Program 100 Hari Kementerian ESDM

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim sudah berhasil melaksanakan
empat program 100 hari secara maksimal (baca tabel).
Tapi klaim kementerian yang dikomandoi Darwin Zahedy Saleh itu tampaknya sangat gampang
dibantah. Sebab, produksi minyak dan gas (migas) masih jalan di tempat alias nggak naik kelas.
Ini artinya, program jaminan pasokan energi belum bisa dilaksanakan secara sempurna. Maka tidak
heran, kalau di daerah­daerah seringkali penyediaan migas masih kurang.
Begitu pendapat sejumlah pengamat perminyakan, pengamat pertambangan, pengamat migas, yang disampaikan kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin (baca berita­berita di halaman ini).

Misalnya saja, Marwan Batubara mengatakan, produksi migas tidak mencapai target atau istilahnya
tidak naik kelas , sehingga pasokan nggak bisa terjamin.
“Ah, produksi migas tidak naik kelas alias nggak memenuhi target. Padahal,
masalah ini masuk program 100 hari Kementerian ESDM. Jadi, bisa dikatakan kementerian ini belum
berhasil melaksanakan program 100 hari,’’ ujar Ketua Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN)
Marwan Batubara (lengkapnya baca berita: Belum Maksimal Tuh).

Namun di mata pengamat perminyakan dan pertambangan, Nizar Dahlan sudah ada hasil kongkrit
yang dihasilkan kementerian ini. “Kinerja 100 hari Kementerian ESDM sudah baguslah. Apalagi targetnya berhasil dipenuhi dan naik
kelas ,’’ ujarnya.

Walaupun menterinya baru, kata dia, namun team work­nya masih banyak orang lama, sehingga tidak ada masalah dengan kinerjanya.
Dikatakan, tidak terjadi perubahan yang besar­besaran dalam organisasi ESDM, sehingga itu
mendorong kinerja kementerian ini.

Menurutnya, indikator penting dalam pencapaian program 100 hari kementerian ESDM ini, yaitu,
selesainya peraturan­peraturan pemerintah terutama yang berkaitan dengan Undang­undang Minerba.

“Ini penting sebagai landasan untuk bekerja secara maksimal,” katanya. “Saya punya harapan positif bahwa kementerian ini ke depan lebih baik lagi,” tambahnya.
’’Sudah Ada Perbaikan’’ Zulkieflimansyah, Anggota Komisi VII DPR

Menteri ESDM, Darwin Saleh, dinilai sudah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, dan
memperbaiki sektor Migas yang merugikan.
 “Kementerian ini melaksanakan program 100 harinya dengan maksimal dan terfokus dengan capaian
100 persen,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurut anggota Fraksi PKS DPR itu, Kementerian ESDM juga berhasil menjalankan program jaminan
pasokan energi dan membuat sistem harga migas yang kompetitif.
Menurutnya, kementerian ini juga sukses meningkatkan produksi Migas dan menjaga ketahanan
energi, sehingga tidak terjadi lagi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.
“Produksi minyak dalam negeri sudah ada perbaikan, tinggal dijaga dan ditingkatkan kembali,”
paparnya.

Ke depan, Kementerian ini harus meningkatkan kinerjanya dan infrastruktur untuk mendorong
produksi Migas dalam negeri.
’’Mendapat Nilai Biru’’ Sutisna Prawira, Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM
“Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah berhasil melaksanakan program 100
hari dengan maksimal. Program dan rencana aksi yang dimiliki Kementerian ESDM mendapat nilai biru sesuai asas’ good governance,” papar Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas)
Kementerian ESDM, Sutisna Prawira, dalam siaran persnya di Jakarta, belum lama ini.
Program dan rencana aksi tersebut dibagi menjadi empat hal. Pertama, Program Jaminan Pasokan
Energi. Di sini ada beberapa rencana aksi, yaitu pemenuhan BBM dalam negeri khususnya Indonesia
Bagian Timur. “Salah satu indikator keberhasilan dari rencana aksi ini adalah revitalisasi beberapa
infrastruktur distribusi BBM antara lain pembangunan terminal transit Bau­Bau dan pengaktifan
kembali backloading Depo Biak,” katanya
Selain itu, lanjutnya, perencanaan pasokan gas untuk keperluan domestik. Sebagai landasan untuk
kepentingan ini, pemerintah telah menyusun neraca gas bumi 2010­2025 dan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional tahun 2010­2025 (ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0225 K/11/MEM/2010). Sementara, untuk penetapan alokasi dan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri, Pemerintah telah mengeluaran 
Peraturan Menteri ESDM No.03 Tahun 2010.
Kemudian, kata dia, penerbitan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ESDM tentang Pasokan Batubara Dalam Negeri (Domestic Market Obligation ­DMO) RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara telah disampaikan kepada Presiden untuk ditandatangani dan kebijakan pasokan batubara untuk kepentingan dalam negeri telah diatur dalam Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2009.
 
Hal lainnya, lanjutnya, penerbitan Peraturan Presiden tentang Proyek Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap II.
Untuk mendukung program ini, pada Januari 2010 pemerintah telah menetapkan Perpres Nomor 4
tahun 2010 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk melakukan
percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, batubara, dan gas.“Kemudian, sesuai Perpres Nomor 4 tahun 2010, rincian proyek (PLN atau Swasta) telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 02 Tahun 2010 Tanggal 27 Januari 2010,’’ paparnya.
Kedua, sistem harga energi yang kompetitif. Yang menjadi fokus dari rencana aksi ini adalah penerbitan
 
Peraturan Presiden tentang Harga Patokan Pembelian Listrik dari Panas Bumi. Dengan potensi panas bumi Indonesia sebagai salah satu yang terbesar di dunia, pemerintah terus mendorong investor agar berperan aktif mengembangkan pembangkit listrik menggunakan panas bumi. Untuk itu, peraturan
yang mengatur tentang harga jual listrik dari panas bumi menjadi prioritas dalam program 100 hari
Kementerian ESDM dan telah diterbitkan dengan Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009 pada tanggal 4 Desember 2009.Ketiga, ketahanan energi, didukung oleh dua rencana aksi yang strategis untuk menjamin program ini yaitu perumusan penyelesaian permasalahan PPA (Power Purchase Agreement) di tingkat korporat PT PLN. Penyelesaian masalah IPP terkendala ini akan diselesaikan dalam lingkup korporat PT PLN
(sehingga tidak diperlukan sebuah Peraturan Presiden) dan dalam waktu bersamaan akan dimintakan
opini BPKP untuk membantu proses penyelesaiannya.
“Selain itu pemanfaatan Coal Bed Methane (CBM) melalui penyusunan perangkat peraturan, sehingga bisa menghasilkan energi listrik tahun 2011.
Keempat, program pengalihan sistem subsidi BBM, pupuk, dan listrik, yang didukung dengan rencana aksi berupa perumusan pengalihan sistem subsidi BBM, pupuk, dan listrik.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah telah menyelesaikan roadmap yang mengatur pengalihan subsidi
harga BBM ke Subsidi langsung; kebijakan pengurangan pengguna BBM tertentu; efisiensi biaya
distribusi serta rencana penerapan sistem distribusi tertutup serta ketentuan mengenai pengguna BBM mana saja yang berhak memperoleh subsidi (rumah tangga miskin, usaha kecil dan fasilitas umum).
 
Di saat yang bersamaan dalam program 100 hari ini, roadmap rasionalisasi subsidi listrik juga telah
disusun.’’Perlu Kerja Keras Lagi’’ Mamit Setiawan, Pengamat Perminyakan
Kinerja Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di bawah kepemimpinan Darwin Saleh
belum banyak membawa perubahan dalam sektor Migas.
Demikian disampaikan pengamat perminyakan, Mamit Setiawan, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.“Perubahannya nggak banyak. Makanya perlu kerja keras lagi,’’ katanya.
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch itu, kelemahan dari Departemen ESDM adalah belum
tercapainya target produksi minyak.
Selain itu, lanjutnya, cost recovery yang dikeluarkan pemerintah tidak sesuai dengan target produksi yang dicapai, sehingga pemerintah dirugikan.
 
“Langkah konkrit yang harus dilakukan adalah meningkatkan produksi minyak, namun cost
recoverynya bisa dikurangi,” katanya.
Dikatakan, pemerintah juga harus membenahi masalah tambang mineral dan batu bara (Minerba).
Kemudian buat pemasukan yang seimbang antara pusat dan daerah.
’’Tidak Ada Langkah Spektakuler’’ Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas
“Tidak ada langkah spektakuler yang dilakukan Kementerian ESDM dalam meningkatkan produksi
minyak dan gas dalam negeri,’’ kata pengamat minyak dan gas (Migas), Pri Agung Rakhmanto, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer itu, dalam 100 kerjanya kementerian yang dikomandoi Darwin Zahedy Saleh itu sepertinya hanya membuat regulasi saja, sedangkan tindakan riil di lapangan tidak ada.
 
“Untuk meningkatkan produksi migas, bukan dengan membuat regulasi saja, tapi juga harus
melakukan kerja sama dengan deal bisnis dengan pengusaha minyak,” ucapnya.
Dikatakan, produksi migas terus mengalami penurunan gara­gara dipengaruhi aturan yang berbelit.
’’Yang harus dilakukan adalah merevisi Undang­undang Migas,” paparnya.
 
Selain itu, lanjutnya, masih terjadi tumpang tindih aturan dengan Kementerian Kehutanan, sehingga harus dibuat aturan yang tersinkronisasi dengan Kementerian Kehutanan.
“Selain itu harus dilakukan pengelompokan mana yang menjadi tambang rakyat dan pemerintah,”
tandasnya."Apa Yang Bisa Diharapkan’’
A Qayum Tjandranegara, Pengamat Migas
Kinereja Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) dalam melaksanakan program 100 hari ini belum kelihatan.
“Apa yang bisa diharapkan dari seorang menteri yang selama ini belum menggeluti bidang itu,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dikatakan, selama ini pemerintah lebih banyak mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
merupakan kebijakan. Padahal jika mengimpor BBM terus maka BBM Indonesia akan kolaps.
“Harga BBM kita dua kali lipat dari gas. Sedangkan kalau kita mengekspor gas maka rakyat akan
teriak­teriak cari gas,” tuturnya.
 
Menurut bekas Dirut Perusahaan Gas Negara itu, Indonesia sudah kehilangan devisa dan subsidi dari pembelian BBM. Pada 2008 saja Indonesia kehilangan devisa Rp 155,7 triliun dan subsidi Rp 140,2 triliun. Dan pada 2009 Indonesia kehilangan subsidi Rp 41,5 triliun dan devisa Rp 95,9 triliun.
“Daripada subsidi BBM, kenapa bukan gas saja yang lebih murah diekspor,” tambahnya.
’’Belum Maksimal Tuh...’’Marwan Batubara, Ketua KPKN
 
Program 100 hari kementerian ESDM tidak menyentuh masalah pokok Migas dan Mineral Batubara
(Minerba).“Program 100 harinya belum maksimal tuh,” ujar Ketua Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN)Marwan Batubara, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
 
Menurutnya, Kementerian ESDM juga tidak berpihak kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ini bisa dilihat dari kasus Newmont.
“Masalah Blok Natuna juga tidak jelas. Padahal sebelumnya pemerintah akan menyerahkan surat
kepemilikannya ke Pertamina,” katanya.
Bekas anggota DPD itu menyayangkan, sampai sekarang pemerintah belum juga membuat empat
Peraturan Pemerintah (PP) yang berada di bawah Undang­undang Minerba. Padahal waktunya sudah telat delapan bulan.
 
“Selain itu pemerintah juga belum menyiapkan dan mengganti pasal dalam Undang­undang Migas
yang ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal pasal itu sangat penting karena terkait dengan
Domestik Market Obligations (DMO), yakni kontraktor harus menjual minyak di dalam negeri dengan
harga yang lebih murah,” ucapnya.
 
Dalam peningkatkan produksi Migas, lanjut dia, Kementerian ini tidak tegas dalam memberikan sanksi kepada kontraktor yang tidak bisa memenuhi target, seperti yang terjadi pada Exxon.
“Terkait Blok Cepu, pemerintah juga seharusnya mengutamakan Pertamina sebagai operatornya,”
tuturnya.
 
Ke depan, kata dia, Kementerian ini harus segera menerapkan Undang­undang Minerba, sehingga
BUMN dapat berperan dengan maksimal. Selain itu masalah DMO juga perlu diperhatikan.
“Keperluan Migas dan Minerba dalam negeri harus diutamakan, jangan sampai kesulitan batubara yang dialami PLN terulang kembali,” paparnya.
 
“Selain itu Pemerintah juga harus melindungi BUMN primer lewat PP yang berada di bawah Migas,”
tandasnya.
[RM]

www.rakyatmerdeka.co.id
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik dan bermanfaat bagi semua orang, jika kamu mau menempatkan link url pastikan berikan informasi yang bermanfaat pula