July 6, 2010

Bawaslu: KPU Dapat Rapor Merah Dan Tak Naik Kelas

Jakarta (SuaraMedia News) ­ 
Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) sama sekali tak mampu
memuaskan Bawaslu. Terbukti lembaga pengawas pemilu itu memberikan nilai merah terhadap kinerja
KPU selama menghelat Pilpres 2009.

"Kalau saya memberi rangking untuk KPU hanya dapat nilai 5. Artinya masih tidak naik kelas," ujar
anggota Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo di Jakarta, Jumat (24/7/2009).
Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti juga menilai perhelatan Pilpres 2009 tidak jelas, karena KPU
disinyalir tidak netral. Dia berpandangan penetapan hasil pilpres harus didasarkan pada dua sisi, yaitu
dalam aspek legitimasi hukum dan legitimasi politik.

"Yang dilakukan pasangan nomor urut 1 dan 3 merupakan langkah legitimasi politik dimana mereka
tidak mau menandatangani. Secara politik itu sama saja diibaratkan membuat lubang sendiri kalau
KPU besok memaksa untuk ditandatangani," ujarnya.
Ray menilai sikap KPU selaku penyelenggara negara, terlihat memaksa dan berkilah saat proses
penghitungan suara. Dia mencontohkan KPU sering berkilah dan tidak sesuai dengan aturan dalam
UUD 1945.

"Untuk apa buru­buru, masih ada waktu hingga tanggal 25 Juli nanti. KPU itu sudah kilah misalnya
berkilah dengan persoalan DPT sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan, lalu selesai dengan
ketukan palu. Itu jelas salah selain itu di UU disebutkan sidang pleno rapat terbuka dan harus
disaksikan dan ditandatangani oleh masing­masing pasangan capres­cawapres, baru namanya sah,"
pungkasnya.

Sementara itu, Rendahnya legitimasi penghitungan suara pada Pilpres 2009 diprediksi menjadi
persoalan utama yang akan diangkat para capres­cawapres serta tim suksesnya, ketimbang persoalan
lain dalam perhelatan pilpres pada 8 Juli lalu.
Hal itu karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan dua blunder. Yaitu tidak menginformasikan
sistem penghitungan suara menggunakan SMS kepada para capres­cawapres serta tidak transparan
dalam menyampaikan data daftar pemilih tetap (DPT).

"Permasalahan penetapan hasil pilpres lebih dititikberatkan pada legitimasi penghitungan suara," ujar
anggota Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo di Jakarta.
Bambang menyebut pihaknya menerima banyak laporan pelanggaran Pilpres 2009 dari masyarakat,
pemantau pemilu, serta anggota tim sukses di lapangan. "Tapi persoalan di pilpres lebih kepada
legitimasi penghitungan suara meski ada beberapa persoalan lain seperti money politics dan pemilih
ganda," ujarnya.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum diimbau menunda penetapan hasil Pemilihan Presiden pada
Sabtu 25 Juli 2009. Sebab, saksi dari dua pasangan kandidat  presiden dan wakil presiden menolak
menandatangani hasil rekapitulasi suara pemilihan.
Hal itu dikemukakan Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, dalam tentang Penetapan Hasil

Pemilihan Presiden di gedung Parlemen, Senayan. Lingkar Madani adalah organisasi non pemerintah
yang resmi ikut memantau pelaksanaan Pemilu.
Menurut dia, penolakan penandatanganan sertifikasi hasil penghitungan resmi KPU oleh saksi
pasangan Megawati Soekarnoputri­Prabowo Subianto dan pasangan Jusuf Kalla­Wiranto akan
membuka peluang permasalahan hukum, terutama bagi pasangan terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.

Sebab, kata Ray, dalam Undang­undang Pemilihan Presiden penetapan hasil rekapitulasi baru dapat
dikatakan lengkap dan aman jika dihadiri dan ditandatangani oleh semua saksi.
Itulah sebabnya, Ray mengusulkan kepada KPU agar mengundur waktu penetapan sampai 27 Juli.
Apalagi, katanya, UU memberikan peluang bagi komisi ini untuk menetapkan rekapitulasi sampai
tanggal itu, bahkan sampai 7 Agustus atau sebulan setelah pelaksanaan Pemilihan Presiden.

“Soal penolakan penandatanganan itu jangan dianggap remeh,” katanya.
Ray memaknai penolakan penandatanganan oleh saksi­saksi dari dua pasangan kandidat itu sebagai
upaya perlawanan untuk terus mempersoalkan hasil Pemilihan Presiden.
Tapi, Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary punya argumentasi untuk menjelaskan alasan pengumuman
tetap akan dilaksanakan besok.

“Soal tidak mau tanda tangan itu tidak usah dibesar­besarkan. Sebab, itu tidak akan mengurangi
keabsahan,” katanya. Selama ini, tim pemenangan pasangan Megawati sangat kritis terhadap proses Pemilihan Presiden.

Mereka berupaya mengungkap berbagai indikasi kecurangan dan pelanggaran selama pemilihan.
Salah satu  bentuk protes itu ialah, ketika rekapitulasi suara dilaksanakan, mereka menolak
menghadirkan saksi. Bahkan mereka tidak mau mengakui rekapitulasi itu.
Tim JK­ Wiranto juga kritis. Mereka juga sepakat dengan tim Mega­Prabowo untuk memperkarakan
hasil Pemilihan Presiden. Bahkan, dalam rekapitulasi kemarin, saksi dari JK­Wiranto menyatakan walk
out.

Lalu, mereka melayangkan protes kepada KPU agar menghentikan rekapitulasi

www.suaramedia.com
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik dan bermanfaat bagi semua orang, jika kamu mau menempatkan link url pastikan berikan informasi yang bermanfaat pula