July 22, 2010

Fatwa Seputar Masalah Haji

    Fatwa Seputar Masalah Haji
                         ‫فتاوى الحج‬
                    ( ‫) باللغة الندونيسية‬
                           :Disusun Oleh
           Website Syekh Moh. Shalih Al Utsaimin
                         :‫مقتبسة من‬
                  ‫موقع الشيخ محمد بن صالح العثيمين‬
    http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_5242.shtml
                           : Penerjemah
                        Mohammad Lutfi
                               :‫ترجمة‬
                         ‫محمد لطفي‬
                             : Murajaah
                             Abu Ziyad
                             :‫مراجعة‬
                          ‫إيكو أبو زياد‬
      Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah
‫المكتب التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالربوة بمدينة‬
                               ‫الرياض‬
                            2008 – 1429


Soal:
Ini adalah soal-soal yang datang dari para pendengar, dimulai dari
pengirim Ibrahim bin Maqbul, ia bertanya: Jika datang kepada Anda
seorang kafir, lalu ia mengucapkan salam, apakah boleh Anda
menjawabnya dengan: “wa alaika as-salam’’. Bagaimana cara
menjawab yang benar?, dan apakah boleh Anda memulai
mengucapkan salam?


Jawab:
Alhamdulillah... Tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada
orang kafir dengan: ‘’Assalaamualaikum’’, akan tetapi jika ia
mengucapkannya, Anda cukup menjawabnya dengan ucapan: ’wa
alaikum’, karena Nabi SAW memerintahkan hal itu terkait dengan
ahli kitab, dan yang selain mereka sama seperti mereka, jika tidak
lebih rendah dari mereka.


Soal:
Surat ini datang dari warga yang bernama Abdullah bin Muhamad
Al-Huqaibi dari Al-Quwai'iyah, ia bertanya: Sesungguhnya ia pergi
haji tahun 1998 dari Al-Quwai'iyah bersama seorang sopir, namun
sopir tidak mengerti tentang tata cara haji. Sayangnya kami turun
pada tiga hari-hari Mina di Al-Haudh Makkah, kami menginap di
sana pada malam-malam Mina, kami menyembelih hadyu (hewan
sembelihan), apakah ada sangsi atas kami? Perlu diketahui bahwa
kondisi saat itu tidak memungkinkan bagi kami untuk sampai ke
Mina. Mohon masalah ini disampaikan kepada ahli ilmu, apa ada
kewajiban kafarat atas kami, atau gugurkah haji kami?


Jawab:
Adapun menyembelih hadyu pada waktu haji, hal itu boleh saja
dilakukan baik di Mina maupun di Makkah, dan boleh menyembelih
di seluruh wilayah haram. Adapun tinggalnya mereka pada tiga hari-
hari Mina di tempat tersebut, jika kondisinya seperti yang ia
katakan, maka tidak mengapa dan tidak ada denda apapun, namun
jika hal itu terjadi karena kelalaian dan ketelodoran, tidak berusaha
untuk memenuhi yang semestinya dalam masalah ini, maka ia telah
melakukan kesalahan yang besar. Seorang muslim wajib untuk
menjaga kesempurnaan agamanya, dan mencari jalan untuk bisa
sampai ke Mina hingga ia benar-benar merasa tidak mampu lagi,
karena Allah SWT tidak membebani hambanya sesuatu di luar
kemampuanya, para ulama berdalil dengan ayat (yang terkait
dengan ini) menyatakan bahwa tidak ada kewajiban dalam kondisi
ketidak mampuan, maka dalam hal ini tidak ada kafarat atas
mereka, hanya saja mereka harus berhati-hati di masa-masa yang
akan datang.


Soal:
Dari Hani Ambar dari Al-Aflaj, ia bertanya: Saya menunaikan haji
bersama rombongan dengan mobil pribadi melalui jalan Madinah
Munawwarah, dan ketika ihram seseorang berkata kepada kami:
mulailah berniat seperti berikut: Allahumma labbaik umratan. Ini
terjadi pada tanggali enam Dzulhijjah, ketika kami sampai di
Makkah, kami thawaf dan sa'i antara bukit Safa dan Marwah dan
bercukur kemudian tahalul, lalu kami tetap dalam kondisi tidak
berihram hingga pagi hari kedelapan, kami ihram dari Mina,
kemudian thawaf dan sa'i serta bermalam di Mina, kemudian kami
wuquf di Arafah dan menginap di Muzdalifah, dan pada pagi hari ied
kami pergi ke Baitul haram dan thawaf ifadhah kemudian pulang
dan melempar jumroh Aqabah lalu tahalul dan tidak menyembelih,
dan pada hari kedua dan ketiga, kami melempar tiga jumroh dan
tidak menyembelih, lalu kami thawaf wada' kemudian meninggalkan
Makkah menuju Riyadh. Kami adalah penduduk Riyadh.
Pertanyaanya dalah: Apakah haji kami sah meski tanpa meyembelih
hadyu, karena kami setelah thawaf wada' terus langsung menuju
Riyadh?


Jawab:
Umrah mereka sudah benar dan tidak diragukan lagi, karena sudah
sesuai dengan syariat. Adapun tentang haji, mereka ihram dari
Mina tidak masalah, namun kami tidak mengerti thawaf dan sa'i
yang mereka lakukan. Apa yang mereka maksudkan dengan thawaf
dan sa'i tersebut? Jika yang mereka inginkan adalah thawaf dan sa'i
haji, maka itu tidak sah karena dilakukan bukan pada waktunya,
karena waktunya adalah setelah wuquf di Arafah dan mabit di
Muzdalifah. Dengan demikian, maka keduanya sia-sia, kemudian
dalam masalah ini mereka menyebutkan bahwa mereka thawaf
ifadhah dan tidak sa'i untuk haji, berarti mereka masih harus sa'i
lagi, karena ia adalah rukun haji berdasarkan pendapat yang kuat
dari para ulama, dan mereka juga masih harus menyembelih hadyu,
karena haji tamattu'. Wajibnya adalah menyembelihnya di di hari-
hari ied (hari raya) atau tasyriq (11-13 Dzulhijjah), di Makkah atau di
haram.     Dengan      demikian,    berarti  mereka      mesih   harus
menyempurnakan haji dengan kembali ke Makkah dan sa'i antara
bukit Shafa dan Marwah juga menyembelih hadyu yang menjadi
kewajiban bagi mereka yang mampu. Adapun yang tidak mampu
maka hendaknya berpuasa sepuluh hari, kemudian setelah sa'i
thawaf wada' dan kembali ke negeri masing-masing.


Soal:
Seorang penanya menanyakan: Apakah thawaf            ifadhah dapat
mengganti thawaf wada', seorang penanya yang bernama Rizk
Aidhah seorang Hadhrami pada hari terakhir haji bertanya; kami
thawaf haji dan sa'i, lalu pergi ke Jeddah dan Madinah di hari yang
sama ketika kami keluar dari Masjidl Haram dan tidak lagi thawaf
wada'. Teman-teman yang bersama kami mengatakan thawaf
ifadhah sudah mencukupi thawaf wada'?


Jawab:
Ya, thawaf ifadhah jika diakhirkan pelaksanaanya hingga saat akan
keluar dari Makkah kemudian thawaf dan sa'a, kemudian keluar
saat itu juga, maka hal itu telah mencukupi thawaf wada', karena
thawaf wada' itu maksudnya adalah saat terakhir seseorang di
Baitul haram. Hal itu bisa terpenuhi dengan thawaf wada' tersendiri
atau dengan thawaf ifadhah yang merupakan rukun haji. Yang sama
dengan perkara ini adalah masalah shalat tahiyatul masjid, yang
mana Rasulullah SAW memerintahkan orang yang masuk Makkah
agar shalat dua rakaat, dan melarangnya duduk hingga telah shalat
dua rakaat, namun meski demikian, jika ia masuk sedang imam
telah masuk shalat, lalu ia ikut shalat bersama imam dengan niat
shalat fardhu, maka kewajiban tahiyat masjidnya gugur, seperti itu
pula jika thawaf ifadhah saat akan keluar dari Makkah, maka
thawaf wada' menjadi gugur, karena maksud dari thawaf wada’
telah terpenuhi dengan thawaf ifadhah yang dilakukan sebagai saat
terakhir di Baitul haram.


Soal:
  Seseorang haji dalam keadaan memiliki hutang, apakah hajinya
diterima?, dan apakah orang yang haji atas nama istrinya yang
meninggal diterima untuk istrinya?


Jawab:
Ya, orang yang haji sedang ia memiliki hutang, maka hajinya
diterima, karena bersihnya seseorang dari tanggungan hutang
bukanlah syarat sahnya haji, namun kami mengatakan: barang
siapa memilki hutang yang telah jatuh tempo, maka hendaklah ia
menunaikanya sebelum berangkat haji, karena wajib hukumnya
membayar hutang terlebih dahulu daripada kewajiban haji. Jika
hutangnya masih belum jatuh tempo sedang ia memilki
kemampuan untuk menutupinya, lalu meminta izin dari yang
berpiutang, maka ia boleh berangkat haji dan tidak ada dosa
baginya, karena ia mampu untuk membayarnya di masa depan.
Adapun haji atas nama istrinya diterima jika diniatkan untuknya dan
mengatakan ketika niat ihram: Labbaika An-zaujaty Fulanah,
kalaupun tidak menyebut namanya tidak mengapa, niatnya telah
mencukupinya.


Soal:
Surat ini datang dari Al-Quwai'iyah dari seorang yang bernama
Abdullah bin Bathi' Al-hishan, ia berkata dalam suratnya: Beberapa
tahun yang lalu saya menunaikan kewajiban haji. Alhamdulilah...
saya telah melaksanakan seluruh wajib haji dan rukunnya, kecuali
pada hari kedua dari hari ied saya tidak dapat melempar jumroh
disebabkan padat, pada hari itu saya pergi ke Masjid Haram untuk
menunaikan thawaf haji, namun saya tidak bisa kembali ke Mina
pada hari itu melainkan di waktu malam yang akhir disebabkan
sangat padat, karena itu saya tidak bisa melempar jumrah hari itu
dan baru dapat melaksanakanya pada hari ketiga, bagaimana
hukumnya?


Jawab:
Hukumnya tidak mengapa, apa yang Anda lakukan itu tidak
mengapa jika memang tidak bisa melempar pada hari pertama dan
melempar pada hari kedua, maka Anda tidak berdosa. Kalau saja
ketika Anda sampai di Mina pada malam hari itu Anda melempar,
maka hal itu lebih utama dari pada mengakhirkannya hingga hari
berikutnya, karena malam itu mengikuti siangnya dalam masalah
melempar, lebih-lebih jika memang ada udzur, seperti kepadatan,
kesusahan dan keterlambatan diMakah dll, kalau sekiranya ketika
anda datang dari Makkah langsung pergi ke tempat jumrah dan
melempar pada malamnya, maka itu lebih baik daripada
mengakhirkannya ke hari yang berikutnya, tapi bagaimana pun juga
apa yang telah Anda lakukan adalah cukup, Insya Allah.
                                                                  :‫المرجع‬
                                         :‫موقع الشيخ محمد بن صالح العثيمين‬
               http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_5242.shtml
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik dan bermanfaat bagi semua orang, jika kamu mau menempatkan link url pastikan berikan informasi yang bermanfaat pula