Aneka kultivar Sansevieria yang mudah ditemui di berbagai pameran tanaman hias.
Dulu, orang hanya mengenal sansevieria sebagai tanaman hias kelas dua. Umumnya, orang menanamnya hanya sebagai tanaman pagar, yang tak banyak memerlukan perawatan. Pamornya
langsung meroket setelah Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memublikasikan hasil penelitian
tentang manfaatnya.
Sansevieria dilaporkan efektif menyerap polutan ruangan, di antaranya formaldehid, benzena, dan
trikhloroetana. Bahanbahan kimia yang mudah menguap di lingkungan rumah tinggal ataupun
gedung perkantoran itu, dalam berbagai wujudnya bisa ditemukan dalam berbagai bahan pembersih,
asap rokok, produk petrokimia, tinta dan pewarna kain, cat, pernis, dan sebagainya, yang berpotensi
sebagai gas polutan. Karena kemampuan menyerap itu pula sansevieria cocok dimanfaatkan sebagai
penghias ruangan.
Sansevieria naik pangkat. Berbagai kultivar mulai diperkenalkan. Kolektor pun mulai memburunya.
Popularitasnya juga mendorong berdirinya Komunitas Pencinta Sansevieria Indonesia, disingkat KPSI,
pada 16 Agustus 2008. KPSI kemudian berubah menjadi Kompensasi pada 18 Maret 2009, setelah
mempertimbangkan adanya sasaran dan tujuan lebih luas yang hendak dicapai.
Wadah itu dibentuk sebagai tempat berkumpul masyarakat tanaman hias Indonesia, khususnya
pencinta tanaman sansevieria, untuk saling berkomunikasi, bertukar informasi dan alih teknologi
dengan pencinta tanaman sansevieria, di dalam ataupun di luar negeri. Kegiatan terbaru yang
diselenggarakan Kompensasi ialah "Gelar Sansevieria Indonesia" di Jakarta, pada beberapa waktu lalu,
untuk memperingati Hari Bumi.
"Anggotanya berbagai kalangan, mulai dari hobbyist, kolektor, hingga pemilik nursery," kata Ully Hary
Rusady, Ketua Umum Kompensasi, dalam percakapan melalui telepon, Sabtu (4/7). Ully sedang berada
di Balikpapan saat itu.
Kompensasi, seperti dikemukakan Ully, bertekad memasyarakatkan sansevieria, bukan hanya sebagai
tanaman hias dan tanaman obat, namun juga tanaman yang dapat berperan mengurangi pencemaran
udara sebagai tanaman antipolutan. Tekad itu yang mendorong Kompensasi mencanangkan "Gerakan
Penanaman Sejuta Sansevieria untuk Indonesia" di berbagai lokasi pada April lalu.
Selain Kompensasi, dikenal juga komunitas lain yang berkecimpung di sansevieria. Di antaranya,
Paimo, akronim dari Paguyuban Ilat Morotuwo (Paguyuban Lidah Mertua, Red) dan Masyarakat
Sansevieria Indonesia di Yogyakarta.
Nilai Jual Marga (genus) sansevieria adalah tumbuhan asli Afrika, daratan Arab, hingga India. Beberapa jenis sansevieria memang dikenal berkhasiat obat. Masyarakat tradisional di wilayah tertentu di Asia,
memanfaatkan daun Sansevieria ehrenbergii, sebagai pembalut luka, karena mengandung antiseptik.
Penduduk lokal di beberapa daerah di Afrika memanfaatkan sansevieria sebagai penghalau racun
akibat gigitan ular dan serangga. Kultivar Sansevieria trifasciata 'laurentii' bahkan dilaporkan bisa
dimanfaatkan sebagai obat alternatif bagi penderita diabetes dan penderita wasir.
Walaupun bukan tanaman asli Indonesia, pada saat ini dapat ditemui sekitar 100 spesies dan ratusan
kultivar sansevieria di Indonesia. Satusatunya spesies asli Indonesia adalah Sansevieria javanica, yang
ditemukan di Kepulauan Seribu.
Melihat daerah asalnya, tak mengherankan sansevieria memiliki keistimewaan mampu bertahan hidup
pada rentang suhu dan cahaya yang luas. Di pasaran, tanaman ini umumnya diklasifikasikan menjadi
enam golongan, yakni Trifasciata, Non Trifasciata, Hahnii, Cilindrica, Unik, dan Variegata. Namun, ada
juga yang membagi dalam tiga kategori berdasarkan bentuk daun, yakni Trifasciata, Round Leaf, dan
Flat Leaf.
Beberapa kultivar Sansevieria trifasciata yang terkenal di antaranya Gold Flame, Twister, Beauty Queen, dan Brazilian. Beberapa kultivar Non Trifasciata yang terkenal ialah Malawi Midnight, Kirkii Brown, Kirkii Coppertone, Coral Blue Rossette, dan Black Rose.
Kultivarkultivar Sansevieria hahnii yang berpamor tinggi di antaranya Hahnii Jade, Tsunami, Pagoda,
Golden Wendy. Kelompok Cilindrica yang cukup dikenal di antaranya Baseball, Francisii, Erythraeae,
dan aneka Sufruticosa. Kategori unik biasanya ditandai dengan adanya kelainan atau mutasi,
sedangkan kelompok variegata ditandai dengan variasi warna daunnya.
Harga sansevieria bervariasi mulai dari Rp 25.000 hingga jutaan rupiah. Makin langka keberadaannya,
harganya pun makin fantastis. "Kelainan atau mengalami mutasi, justru makin meningkatkan
harganya," Babay Fauzi (40), ayah dua anak, yang mengaku mengoleksi sekitar 50 sansevieria berbagai kultivar, menjelaskan.
Data terbaru menyebutkan rekor harga tertinggi dipegang kultivar Douglas, yakni Rp 1,3 juta per daun.
Nama Douglas disematkan kepada Sansevieria kirkii var Kirkii 'Superclone' pada pertengahan 2005,
karena sosoknya yang gagah, mirip petinju dunia James Douglas.
Kultivar lain yang harganya ditentukan berdasarkan daunnya adalah Baseball, Rp 300.000 per daun.
Kultivarkultivar mahal lainnya adalah Arborescens, Coral Blue, Erythraeae, Gracilis, Hawaiian Star,
Horwood, Koko, Pearsonii, dan Rafilii.
Selain daya adaptasi yang tinggi, sebagai ornamen lansekap sansevieria tidak menghasilkan sampah
daun. "Tanaman ini mudah perawatannya," kata Babay. Penyiraman cukup dilakukan tiga empat hari
sekali.
Walau mudah merawatnya, kesehatan tanaman juga menentukan nilai jualnya. Sansevieria jenis biasa
pun, jika tampak sehat, dirawat dengan baik, punya nilai jual tinggi. "Dan, merawat tanaman ada
ilmunya. Tanaman itu juga punya nyawa. Merawat tanaman mengajarkan kita kesabaran,
menimbulkan emosi positif. Merawat tanaman itu terapi untuk otak. Memberikan kita rasa nyaman,"
Babay menutup perbincangan.
www.suarapembaruan.com
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah yang baik dan bermanfaat bagi semua orang, jika kamu mau menempatkan link url pastikan berikan informasi yang bermanfaat pula