July 6, 2010

Si Bajaj Naik Kelas

"JIJAY bajaj deh!" Bahasa gaul memang kejam memperlakukan bajaj. Tapi apa boleh buat. Tampang
kendaraan roda tiga itu memang "jijay" alias "menjijikkan". Jalannya terseok­seok dengan tubuh
bopeng di sana­sini. Belum lagi suaranya yang cempreng menyodok telinga serta semprotan asap
tebalnya.

Itu dulu. Kini PT Abdi Raharja, perusahaan yang menjadi agen tunggal pemegang merek produk Bajaj
Auto Ltd, dari India, berusaha memoles citra bajaj. "Kami telah memproduksi bajaj versi baru," tutur
Rudi Irawan, Direktur Abdi Raharja.

Sekilas bajaj versi baru ini bentuknya tak banyak beda dengan bajaj yang sejak 1975 rajin hilir mudik
di pelosok Jakarta. Menurut Rudi, bajaj baru ini dirintis sejak 2002. "Jenisnya kami sebut bajaj RE 4S
Stroke," kata Rudi.
Itu karena bajaj RE menggunakan mesin empat tak, tidak seperti bajaj lama yang memakai tipe dua tak yang boros asap. "Jadi, yang baru ini lebih ramah lingkungan," kata Rudi. Dengungan mesin pun tak
lebih nyaring dari sepeda motor biasa.
Perbedaan lainnya, bajaj RE punya banyak varian. Selain untuk mengangkut penumpang, masih ada
dua tipe lagi. Yakni pikap dan mobil boks. "Kedua tipe yang terakhir itu memang khusus untuk
angkutan niaga," ujar Rudi.

Bajaj RE juga dipasarkan dengan jenis bahan bakar bensin dan gas. "Bajaj 1975 memang pakai solar,
maka bajaj RE 4S menggunakan compressed natural gas," kata Rudi. Yang memakai gas dijual lebih
mahal, Rp 31 juta, sedangkan bajaj RE bensin hanya Rp 26 juta sebuah.
                                              
Namun, bajaj RE tidak akan bisa berjejalan di antara bus­ bus di Jakarta. Pasalnya, kota metropolitan ini sudah menutup gerbang untuk kendaraan roda tiga. "Bajaj beroda tiga, sesuai dengan Perda Nomor 12 Tahun 2003, tidak layak jalan," kata Muhayat, Kepala Humas Pemerintah Daerah (Pemda) DKI, kepada wartawan Gatra Ruwi Wulan.
                                              
Padahal, Rudi mengaku sudah mengurus izin dan lobi ke sana kemari. Februari lalu, ia mengirim satu contoh bajaj ke Balai Kota, Pemda DKI, untuk dilihat Gubernur Sutiyoso. Tapi tak ada tanggapan.
Rudi juga pernah mengajukan izin kir ke Dinas Perhubungan Pemda DKI, tapi ditolak. "Katanya, izin kir
akan diberikan setelah menunggu Dewan Transportasi Kota terbentuk," tutur Rudi. "Kalau tidak ada kir,
kan tidak bisa operasional," kata Rudi kepada wartawan Gatra Basfin Siregar.

Sebaliknya, Kancil berhasil menembus keruwetan birokrasi Jakarta. Pemda sudah merestui setidaknya
250 unit Kancil ­­kependekan dari Kendaraan Angkutan Niaga, Cilik, Irit, Lincah­­ untuk berseliweran
di Jakarta. Harganya kini mencapai Rp 42 juta.
Toh, dengan harga bajaj yang separuh lebih murah, tentu pasar Kancil sedikit terganggu? "Tergantung
Anda memihak mana, Kancil atau bajaj?" tutur Kresna Didjaja, Direktur PT Kurnia Abadi Niaga Citra
Indah Lestari, bergurau.

Awalnya, menurut Kresna, Kancil lahir karena masyarakat tak punya alternatif lain untuk angkutan
jalan menengah yang terbilang murah. Satu­satunya yang tersedia cuma bajaj. "Jadi, pelanggan tak
punya pilihan lain," kata Kresna. Sejak itulah, persisnya tahun 1999, ia mulai membangun Kancil.
Kancil, menurut Kresna, memang didesain lebih lengkap dari bajaj. Jadi, ada rupa, ada harga. "Bodinya
tertutup rapat sehingga penumpang lebih aman jika jalan malam," katanya. Kresna mengakui bahwa
mesin Kancil memang sedikit lebih berisik.

Pasalnya, Kancil menggunakan mesin stasioner, bukan mesin dinamis. "Jadi, bandingannya seperti
mesin yang pakai solar dan yang pakai bensin," katanya. Tapi, menurut Kresna, soal itu diimbangi
dengan tingkat ketahanan mesin. Kancil kuat digeber terus selama 36 jam.
Selain itu, Kancil punya empat roda dan lebih stabil. "Tapi, itu kan tidak berarti bajaj tak layak pakai," kata Rudi. "Apa kendaraan ini mau dipakai buat kebut­kebutan? Kan, kecepatannya cuma 40 km per jam," Rudi menambahkan.

Yang jelas, berkat empat rodanya itu, Kancil bisa menembus Jakarta. Tetapi bajaj RE tak putus asa. Mereka kini justru melebar ke daerah. Rudi mengatakan, beberapa
daerah kesengsem dengan bajaj model baru ini. "Pemda Palembang, Banjarmasin, Gorontalo, hingga Kutai Kartanegara tertarik membeli bajaj," katanya.

Bupati Kutai Kartanegara, Drs. H.R. Syaukani, menurut Rudi, bahkan menyempatkan diri datang
langsung ke kantor mereka di Menara Imperium, Jakarta. "Beliau memesan 22 unit bajaj," kata Rudi.
Kutai telah membayar uang panjar sebesar Rp 200 juta. "Sekarang pesanan beliau sedang kami
kerjakan. Dalam waktu dekat akan kami kirim ke sana," ujarnya.

Tak hanya itu, Rudi juga menunjukkan berkas surat dari Wali Kota Palembang, Eddy Santana Putra,
tertanggal 8 Juli lalu. Di sana, Eddy menyebutkan, pihaknya setuju untuk membeli 100 unit bajaj RE
4S. "Ini bertahap. Mereka bisa minta tambah lagi," kata Rudi.
Bahkan, menurut Kepala Kantor Dinas Perhubungan Palembang, Drs. Syaidina Ali, sang bajaj akan
digunakan untuk jasa angkutan resmi Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI, September mendatang. "Ia
akan jadi angkutan untuk beroperasi di sekitar kompleks olahraga Jakabaring," kata Syaidina kepada
Noverta Salyadi dari Gatra.

Karena itu, bajaj bersemangat merambah kota­kota lain. "Kami sedang membuka jaringan ke
Yogyakarta, Surabaya, dan Medan," kata Rudi. Hanya saja, Kepala Dinas Tata Kota Yogyakarta Wido
Rismono mengatakan, pihaknya tidak akan mengambil bajaj. "Transportasi kota Yogyakarta tidak
didesain untuk mobil angkutan kecil­kecil," kata Wido kepada wartawan Gatra Citra Larasati.

Meski ada yang menolak, bajaj tidak kecil hati. Kancil pun tak mau ketinggalan. Kresna mengaku,
Kancil sudah mendapat izin operasional di Medan. "Setelah di Medan, sekarang kami sedang menjajaki
untuk di Padang dan di Riau," katanya. Kini tinggal menunggu lewatnya bajaj atau Kancil. Pilih mana?

www.gatra.com
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik dan bermanfaat bagi semua orang, jika kamu mau menempatkan link url pastikan berikan informasi yang bermanfaat pula